Senin, 21 November 2011

BAB 4. STATUS TERUMBU KARANG DI ASIA TENGGARA

Merupakan sebuah ironi bahwa terumbu karang di Asia
Tenggara yang sangat beragam dan bernilai, mengalami
ancaman yang sangat besar. Ketergantungan yang tinggi terhadap
sumberdaya laut telah menyebabkan eksploitasi besar-besaran dan
kerusakan terumbu karang, terutama yang berdekatan dengan
pusat pemukiman penduduk.Analisis TKTAT menelaah
lima kategori utama yang mengancam terumbu karang serta
menggabungkannya ke dalam indeks TKT, berdasarkan
nilai ancaman tertinggi pada kategori manapun dengan
memperhatikan kumulatif dari ancaman. Contohnya, apabila
suatu terumbu karang dinilai mengalami ancaman tinggi dari
tiga jenis sumber ancaman, maka dapat dikategorikan sedang
mengalami ancaman yang sangat tinggi. Beberapa ancaman
terhadaap keberadaan terumbu karang di Asia Tenggara meluas
dengan cepat: Pembangunan di wilayah pesisir, penangkapan
ikan secara berlebihan, dan sedimentasi, yang kesemuanya
merusak karang yang ada di dekat pesisir. Pada saat yang
bersamaan terumbu karang yang jauh dari pesisir dan terpencil,
dihantam oleh kegiatan penangkapan ikan dengan metode yang
merusak dan penangkapan berlebih untuk tujuan komersil.

Penangkapan ikan secara berlebihan adalah ancaman terbesar
terhadap kesehatan terumbu karang, dan telah menyebabkan
64% terumbu karang dalam kondisi terancam. Meskipun
beberapa terumbu karang yang letaknya terpencil tetap memiliki
kondisi yang alami, namun saat ini telah terancam oleh praktek
penangkapan yang merusak. Penangkapan ikan dengan racun
dan bom untuk perdagangan ikan karang hidup membahayakan
sekitar 56% dari wilayah terumbu karang. Pembangunan wilayah
pesisir dan perubahan tata guna lahan juga memberikan
tekanan yang cukup berarti terhadap kesehatan terumbu
karang. Pembangunan wilayah pesisir mempengaruhi terumbu
karang sebesar 25%, sedangkan perubahan tata guna lahan
21%. Kombinasi antara sedimentasi dan pencemaran dari aktivitas pembangunan wilayah pesisir dan perubahan tata guna
lahan, telah membahayakan sekitar 37% dari wilayah terumbu
karang. Dibandingkan dengan ancaman lainnya, pencemaran
dari laut hanya mempengaruhi sekitar 7% dari wilayah terumbu
karang. Ketika semua ancaman digabungkan, sebagian besar
ancaman bagi terumbu karang berasal dari aktivitas manusia,
yaitu sekitar 88%. Hampir 50% dari terumbu karang yang
terancam itu masuk kategori terancam tinggi atau terancam
sangat tinggi.

Terumbu karang di Filipina, Vietnam, Singapura,
Kamboja, Taiwan, dan Cina tergolong terumbu karang yang
paling terancam di kawasan Asia Tenggara. Terumbu karang di
luar Nusa Tenggara, Indonesia; Okinawa, Jepang; dan Sabah,
Malaysia bagian timur; juga sangat terancam (Lihat Tabel 3 dan
Peta 8). Sekitar 85% atau lebih terumbu karang di Malaysia
dan Indonesia terancam. Oleh karena Indonesia dan Filipina
memiliki terumbu karang yang luas dan sebagian besar terancam,
maka terumbu karang di kedua negara itu telah mewakili
keterancaman terumbu karang di kawasan Asia Tenggara.
Sekitar 51% terumbu karang di kawasan Asia Tenggara berada
di Indonesia, dan sekitar 50% terumbu karang yang terancam
juga berada di Indonesia. Sebanyak 26% dari luas terumbu
karang dan 29% terumbu karang yang terancam di Asia
Tenggara, berada di Filipina.

Sebagian kecil dari pulau-pulau, menghadapi ancaman
tingkat rendah. Terumbu karang dengan tekanan yang rendah
adalah yang terletak di perairan Selat Makasar, Laut Flores, dan
Laut Banda. Daerah terisolasi di luar Pulau Andaman, Papua
Barat, Myanmar, dan Thailand juga mendapat tekanan yang
rendah (Lihat Peta 8). Meskipun menghadapi ancaman yang
rendah dari aktivitas pembangunan dan penangkapan ikan
secara berlebihan, bukan berarti terumbu karang tersebut dalam
kondisi aman. Jika teknik penangkapan ikan yang merusak
dipraktekkan di daerah ini, tingkat ancaman akan cepat
berubah dari rendah ke tinggi.

Di dalam bab ini terdapat diskusi tentang status terumbu
karang di negara-negara tertentu di kawasan Asia Tenggara.
Termasuk di dalamnya data-data terbatas yang didapat dari
kegiatan monitoring kondisi terumbu karang saat ini, serta
analisis model TKTAT yang berkaitan dengan tekanan dari
manusia. Analisis ini bertujuan untuk memberi gambaran yang
lengkap tentang status, ancaman, dan kondisi masa depan
terumbu karang di Asia Tenggara. Rangkuman untuk Indonesia
dan Malaysia juga dapat ditemui di dalamnya.

INDONESIA

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang garis pantai lebih dari 95.000 km, serta lebih dari 17.000 pulau. 11 Terumbu karang yang luas melindungi kepulauan Indonesia. TKTAT mengestimasi luas terumbu karang Indonesia sekitar 51.000 km2. Angka ini belum mencakup terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam. Jika estimasi ini aku rat, maka 51% terumbu karang di Asia Tenggara, dan 18% terumbu karang di dunia, berada di perairan Indonesia. 12 Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reefs), berdekatan dengan garis pantai dan mudah diakses oleh komunitas setempat. Industri di pesisir dan laut, seperti pabrik minyak dan gas, transportasi, perikanan, dan pariwisata, mewakili 25% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara dan 15% dari lapangan pekerjaan di Indonesia. 13 Meskipun sejak dahulu komunitas setempat telah memanfaatkan sumberdaya laut secara lestari, pertumbuhan penduduk telah menambah tekanan pada terumbu karang Indonesia.
Dari segi hayati, terumbu karang di Indonesia tergolong yang terkaya di dunia dengan kandungan keanekaragaman tumbuhan dan hewan laut yang luar biasa. Saat ini, lebih dari 480 jenis karang batu telah didata di wilayah timur Indonesia, dan merupakan 60% jenis karang batu di dunia yang telah berhasil dideskripsikan. 14 Keanekaragaman tertinggi ikan karang di dunia ditemukan di Indonesia, dengan lebih dari 1.650 jenis hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur. Bahkan, terumbu karang Indonesia sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia, menyediakan 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan pada tahun 1997. Oleh karena banyak terumbu karang di Indonesia bagian timur belum disurvei, maka potensi biologi sesungguhnya dari terumbu karang Indonesia belum diketahui secara keseluruhan.
Namun, persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah tersebut terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak. Penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak telah meluas banyak pulau di Indonesia,
bahkan di daerah yang dilindungi. Sekitar 65% dari hasil survei
di wilayah Maluku menunjukkan kerusakan akibat bahan
peledak. Di luar keuntungan jangka pendek, hasil penelitian
menunjukkan bahwa penangkapan ikan dengan racun dan bom
telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang luar biasa.
TKTAT mengestimasi kerugian di Indonesia akibat penangkapan
ikan menggunakan bahan peledak, selama 20 tahun ke depan,
ialah sebesar 570 juta dolar AS. Sedangkan estimasi kerugian
dari penangkapan ikan dengan racun sianida secara berkala
sebesar 46 juta dolar AS.
Terumbu karang Indonesia juga mendapat tekanan yang
beragam dari aktivitas di daratan. Laju rata-rata penebangan
hutan tahunan antara tahun 1985 dan 1997 sebesar 1,7 juta
hektar.Penebangan hutan dan perubahan tata guna lahan,
telah meningkatkan pelepasan sedimen ke terumbu karang. Hal
itu ditambah lagi dengan pencemaran dari industri, buangan
limbah, serta zat-zat penyubur yang kesemuanya menyebabkan
masalah. Terumbu karang yang terkena pencemaran dari darat,
menunjukkan penurunan keanekaragaman hayati sebesar 30-
50% pada kedalaman 3 m dan 40-60% pada kedalaman 10 m,
jika dibandingkan dengan terumbu karang yang masih alami.
Tahun 1997-1998, peristiwa El Nino telah menimbulkan
pemutihan karang secara luas di Indonesia, terutama di wilayah
barat Indonesia. Pemutihan karang terjadi di bagian timur
Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok. Di Kepulauan Seribu
(perairan bagian utara Jakarta), sekitar 90-95% terumbu karang
hingga kedalaman 25 m mengalami kematian. Dua tahun
kemudian, tahun 2000, terumbu karang di Kepulauan Seribu
mengalami pemulihan yang berarti, dengan 20-30% tutupan
karang hidup.
Secara kumulatif, tekanan-tekanan yang terjadi telah sangat
merusak terumbu karang Indonesia. Di sisi lain, kegiatan
monitoring yang dilakukan sangat terbatas. Hanya beberapa
area terumbu karang yang dikaji secara rutin, sehingga data
kondisi dan perubahan untuk keseluruhan sangat sulit diperoleh.
Sebagian besar data hasil monitoring menunjukkan secara jelas
penurunan kondisi terumbu karang Indonesia. Selama 50
tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu karang
Indonesia telah meningkat dari 10% menjadi 50%.
Antara
tahun 1989-2000, terumbu karang dengan tutupan karang
hidup sebesar 50% telah menurun dari 36% menjadi 29%.
Terumbu karang di bagian barat Indonesia menghadapi
ancaman terbesar. Hal tersebut berhubungan dengan tingkat
pembangunan yang tinggi dan populasi penduduk yang padat di
daerah tersebut. Survei antara tahun 1990-1998, menunjukkan
bahwa kondisi terumbu karang semakin membaik dari bagian
barat menuju bagian timur Indonesia. Terumbu karang di
bagian barat Indonesia dengan kondisi yang baik atau sangat
baik (tutupan karang hidup lebih dari 50%), hanya sekitar
23%, sedangkan di bagian timur Indonesia sekitar 45%.
Model TKTAT menyatakan bahwa aktivitas manusia
mengancam lebih dari 85% terumbu karang Indonesia, dengan
sekitar setengah diantaranya dalam kondisi sangat terancam.
Ancaman utama bagi terumbu karang di Indonesia adalah
penangkapan ikan secara berlebihan dan penangkapan ikan
yang merusak. Persentase ancaman akibat penangkapan ikan
secara berlebihan dapat mencapai 64% dari luas keseluruhan,
dan mencapai 53% akibat penangkapan ikan dengan metode
yang merusak. Namun demikian, karena informasi yang
terbatas, wilayah-wilayah yang beresiko terkena pengaruh
penangkapan ikan yang merusak, kemungkinan lebih sedikit
dari yang sebenarnya. Pembangunan pesisir dan sedimentasi
dari daratan mengancam seperlima dari terumbu karang yang
ada di Indonesia.
Keberadaan pengelolaan khusus yang melindungi terumbu karang Indonesia sangatlah sedikit. Hingga tahun 1999, tidak ada institusi pemerintah yang memfokuskan diri pada pengelolaan sumberdaya pesisir. Pemerintah Indonesia tidak dapat memenuhi target pengelolaan yang direncanakan pada tahun 1984, karena tidak adanya koordinasi serta kondisi politik yang bergejolak. Rencana sesungguhnya, Indonesia akan menetapkan 85 Kawasan Konservasi Laut (KKL) yang meliputi 10 juta ha pada tahun 1990, dan 50 juta ha pada tahun 2000. Kenyataannya, pada tahun 2000, Indonesia hanya memiliki 51 KKL, termasuk di dalamnya terumbu karang, yang hanya meliputi 6,2 juta ha.
Pada tahun 1999, tanggung jawab dan wewenang pemerintah Indonesia terhadap masalah sumber daya pesisir dilimpahkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Pemerintah Indonesia juga telah mensponsori terbentuknya COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program), suatu program selama 15 tahun yang bertujuan untuk memperkuat pengelolaan sumberdaya laut, yang juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat. Namun, sejauh ini sukses yang dicapai COREMAP masih terbatas. Dalam skala lokal, banyak LSM yang telah membangun kerjasama dan membuat kerangka kerja pengelolaan berbasis masyarakat dengan sukses. Pendekatan dari bawah ini menjadi sangat penting sejalan dengan rencana pemerintah Indonesia untuk menjalankan desentralisasi.

MALAYSIA
Malaysia terdiri atas 11 negara bagian dan dua wilayah federal di Semenanjung Malaysia, dan dua negara bagian di Pulau Kalimantan, 600 km ke arah timur. Wilayah geografis yang luas dari Malaysia menyebabkan dapat ditemuinya beragam tipe dan kondisi terumbu karang. Sepanjang pantai barat Semenajung Malaysia terdapat sedikit perkembangan terumbu karang, namun di sepanjang pantai timurnya dapat ditemui beberapa terumbu karang tepi, kemudian di pulau-pulau kecil di lepas pantainya, ditemui banyak terumbu karang. Malaysia bagian timur yang terdiri dari Sarawak dan Sabah, memiliki sepertiga bagian dari Pulau Kalimantan, yang terkonsentrasi pada bagian utara. Perkembangan terumbu karang di sekitar Sarawak terbatas karena pengaruh tingginya sedimentasi. Namun 75% dari terumbu karang Malaysia dimiliki oleh Sabah, dengan tingkat keanekaragaman hayati karang yang tinggi. Secara keseluruhan, lebih dari 350 jenis karang di dunia dapat ditemukan di Malaysia.
Ancaman yang dihadapi terumbu karang Malaysia berbedabeda, bergantung pada lokasinya. Terumbu karang di Semenanjung Malaysia paling banyak dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan. Jalur perkapalan yang padat melintasi bagian barat Semenanjung Malaysia, terus hingga ke Selat Malaka. Terumbu karang di daerah ini dapat terganggu oleh tumpahan minyak dan pengrusakan akibat jangkar kapal. Pertanian dan pembangunan di semenanjung ini menyebabkan peningkatan sedimentasi dan aliran unsur hara. Beberapa terumbu karang di wilayah barat mengalami kerusakan akibat peledakan populasi alga laut secara musiman. Karena penegakan hukum yang kuat dan kurangnya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan laut, maka praktek penangkapan ikan yang merusak di Semenanjung Malaysia tidak meluas.
Terumbu karang di bagian timur Malaysia menjadi sasaran berbagai jenis ancaman. Berbeda dengan di Semenanjung Malaysia, penangkapan ikan dengan sianida dan bahan peledak telah meluas di sekitar Sabah, khususnya di sekitar Labuan. Penangkapan ikan dengan sianida dan bom telah merusak kondisi terumbu karang yang alami, seperti yang terjadi di pulau-pulau di luar Semporna. Pada daerah-daerah yang rusak
seperti pulau Boheydulang dan Bodgaya, terjadi penurunan
kelimpahan dan ukuran ikan. Di Sarawak, sedimentasi dari
sungai juga menjadi ancaman yang penting. Terumbu karang
di dekat Sungai Miri memiliki tutupan karang hidup sekitar
20-30% dan pertumbuhan alga laut dalam jumlah besar.

Informasi tentang tutupan karang di Semenanjung
Malaysia terbatas. Survei terumbu karang di sepanjang pantai
timur Semenanjung Malaysia menghasilkan data tutupan
karang hidup yang tinggi pada terumbu karang tepi, yaitu
antara 55 dan 70%. Tutupan karang hidup di pantai barat
Semenanjung Malaysia umumnya rendah, yaitu antara 25
dan 45%.

Survei terumbu karang lebih intensif dilakukan di bagian
timur Malaysia. Dari tahun 1996-1999, sebanyak 49 terumbu
karang di seluruh Sabah telah berhasil disurvei dengan persentase
tutupan karang hidup antara 15 dan 75%. Dari sekitar 70%
area yang disurvei, didapati persentase tutupan karang mati
(yang mengindikasikan kerusakan yang baru terjadi) sebesar
10-20% dari tutupan bentos.
Hanya 10% dari terumbu
karang, memiliki tutupan karang mati kurang dari 10%.

Terumbu karang di Pulau Sipadan dianggap memiliki kondisi
terbaik diantara semua terumbu karang yang ada di perairan
luar Sabah.Survei terhadap proses pemutihan karang selama
peristiwa El Nino tahun 1997-1998 mengindikasikan tingkat
pemutihan yang sedang. Hampir 30% tutupan karang di Pulau
Gaya dan Lahad Datu mengalami pemutihan.
Proyek TKTAT menemukan bahwa 85% terumbu karang
di Malaysia terancam oleh aktivitas manusia. Penangkapan
ikan yang merusak dan penangkapan ikan secara berlebihan
merupakan ancaman utama, masing-masing mempengaruhi
68% dan 56% terumbu karang yang ada. Pembangunan pesisir
dan sedimentasi dari daratan juga memberikan pengaruh sebesar
23% terhadap terumbu karang di Malaysia.
Malaysia memiliki beberapa KKL, termasuk The Turtle
Islands Heritage Park yang sejak dulu berada di perbatasan dan
dikelola bersama dengan Filipina. Kawasan-kawasan konservasi
laut ini bervariasi dalam hal efektivitas pengelolaannya.
Sebagian besar taman nasional di Malaysia dikabarkan memiliki
staf yang terbatas, masalah logistik, dan dana. Penegakan
peraturan dan monitoring status terumbu karang menjadi
tantangan untuk diwujudkan.

0 komentar:

Posting Komentar