Senin, 21 November 2011

INTISARI

SUMBANGAN BIOLOGI

Asia Tenggara memiliki sekitar 100.000 km2
terumbu karang,
yang mencakup hampir 34% terumbu karang dunia. Dari sekitar
800 jenis karang pembentuk terumbu di dunia, lebih dari 600
jenis ditemukan di Asia Tenggara, yang menjadikan terumbu
karang di kawasan ini memiliki tingkat keanekaragaman hayati
laut tertinggi di dunia. Asia Tenggara juga merupakan pusat
keanekaragaman ikan karang, moluska dan krustasea. Wilayah
ini juga memiliki 51 dari 70 jenis mangrove di dunia dan 23
dari 50 jenis lamun.

NILAI EKONOMI

Nilai ekonomi yang berhubungan dengan terumbu karang di
Asia Tenggara sangatlah penting. Nilai perikanan karang yang
berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara sendiri adalah 2,4
milyar dolar AS per tahun. Sebagai tambahan, terumbu karang
sangatlah penting untuk persediaan makanan, tenaga kerja,
pariwisata, penelitian farmasi, dan perlindungan pantai.
Terumbu karang Indonesia dan Filipina memberi keuntungan
ekonomi setiap tahunnya masing-masing sekitar 1,6 milyar
dolar AS dan 1,1 milyar dolar AS per tahun.

ANCAMAN T ERHADAP T ERUMBU KARANG

Ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya laut telah
menyebabkan eksploitasi besar-besaran dan kerusakan terumbu
karang, terutama yang dekat dengan pusat pemukiman
penduduk. Ancaman utama terumbu karang ialah penangkapan
ikan berlebihan, praktek penangkapan ikan yang merusak,
sedimentasi serta pencemaran yang berasal dari daratan.
Aktivitas manusia saat ini diperkirakan mengancam 88%
terumbu karang Asia Tenggara, mengancam nilai biologi dan
ekonomi yang amat penting bagi masyarakat. Sekitar 50% dari
terumbu karang yang terancam tersebut, berada pada tingkat
keterancaman yang tinggi atau sangat tinggi. Hanya 12% di
antaranya berada pada tingkat ancaman yang rendah.
Proyek Terumbu Karang yang Terancam memperkirakan
sekitar 64% terumbu karang di kawasan Asia Tenggara
terancam oleh penangkapan ikan secara berlebihan, dan 56%
terancam oleh teknik penangkapan ikan yang merusak.
Pengerukan, penimbunan, penambangan pasir dan karang,
pendirian bangunan di pesisir, pembuangan limbah serta
aktivitas lainnya yang berhubungan dengan pembangunan
pesisir mengancam sekitar 25% terumbu karang di dalam
kawasan tersebut. Sedangkan sedimen dan pencemaran yang
berasal dari penebangan hutan dan aktivitas pertanian,
mengancam sekitar 20%.
Lebih dari 90% terumbu karang di Kamboja, Singapura,
Taiwan, Filipina, Vietnam, Cina, dan Kepulauan Spratly, serta
lebih dari 85% terumbu karang Malaysia dan Indonesia, dalam
keadaan terancam. Indonesia dan Filipina total memiliki 77%
dari seluruh terumbu karang di kawasan Asia Tenggara, dengan
sekitar 80% diantaranya terancam.
Penebangan hutan, penangkapan ikan yang secara merusak,
penangkapan berlebihan, dan aktivitas lainnya yang merusak
terumbu karang, dalam waktu singkat dapat saja memberi
keuntungan secara individual. Namun, kerugian ekonomi bagi
masyarakat dengan hancurnya pelindung pesisir, pariwisata
dan daya dukung perikanan biasanya lebih besar daripada
keuntungan yang didapat dalam waktu singkat. Selama lebih
dari periode 20 tahun, tingkat pengeboman ikan, penangkapan
ikan berlebih dan sedimentasi saat ini, dapat menyebabkan
kerugian bagi Indonesia dan Filipina masing-masing lebih dari
2,6 milyar dolar AS dan 2,5 milyar dolar AS.
Perubahan iklim global juga merupakan ancaman yang
besar pengaruhnya terhadap terumbu karang di Asia Tenggara.
Peningkatan suhu permukaan laut telah mengakibatkan lebih
seringnya terjadi pemutihan karang (coral bleaching) dengan
tingkat kerusakan lebih besar. Peristiwa El NiƱo Southern
Oscillation (ENSO) 1997-1998 telah memicu pemutihan
karang yang terluas yang pernah tercatat di seluruh dunia.
Diperkirakan 18 % terumbu karang di kawasan Asia Tenggara
telah rusak atau hancur.
PENGE LOLAAN
Pengelolaan yang efektif merupakan kunci untuk menjaga
sumberdaya pesisir, namun di kawasan ini tidak menunjukkan
efektifitas yang cukup. Sekitar 646 Kawasan Konservasi Laut
(KKL atau marine protected area - MPA) mencakup 8%
wilayah terumbu karang yang ada di Asia Tenggara. Dari 332
KKL yang dapat ditentukan efektifitas pengelolaannya, hanya
14% yang tergolong efektif, 48% setengah efektif, dan 38%
kurang.

INFORMASI YANG MINIM

Meskipun telah diakui secara luas bahwa terumbu karang
sudah sangat terancam, informasi mengenai status dan sumber
ancaman pada area terumbu karang yang tertentu, sangatlah
terbatas. Minimnya informasi ini menghambat pengambilan
keputusan yang efektif menyangkut sumberdaya pesisir.
Proyek Terumbu Karang yang Terancam dikembangkan untuk
mengatasi kekurangan ini dengan membuat indikator yang
distandardisasi untuk meningkatkan kesadaran mengenai
ancaman terhadap terumbu karang, serta menyoroti hubungan
antara aktivitas manusia dan kondisi terumbu karang.

0 komentar:

Posting Komentar